Dugaan Ketidakwajaran Pengadaan di Dinas Pendidikan Lampung, GTI dan AML Desak Klarifikasi & Ancam Lapor KPK

BANDAR LAMPUNG736 Dilihat

Bandar Lampung (Journalmedia.id) – Dugaan ketidakwajaran dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2025 mendapat sorotan tajam dari dua lembaga pengawas publik: DPD Garda Tipikor Indonesia (GTI) Lampung dan Aliansi Masyarakat Lampung (AML).

Kedua lembaga tersebut memaparkan temuan awal mereka dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (8/7/2025), yang kemudian diperkuat melalui surat resmi kepada dinas terkait.

Sekretaris DPD GTI Lampung, Sunawardi, menegaskan bahwa dugaan tersebut didasarkan pada hasil kajian dokumen dan investigasi lapangan oleh tim mereka.

“Kami menemukan sejumlah kegiatan pengadaan bernilai miliaran rupiah yang tidak melalui proses lelang terbuka sebagaimana mestinya. Tidak ada informasi lelang di LPSE atau kanal resmi lainnya,” ujar Sunawardi.

Ia mencontohkan pengadaan peralatan praktik kejuruan seperti teknik kendaraan ringan, rekayasa perangkat lunak, dan teknik audio video, dengan nilai antara Rp1,5 miliar hingga Rp6,4 miliar. Namun, seluruh kegiatan tersebut diduga dilakukan melalui metode e-purchasing dan penunjukan langsung—mekanisme yang seharusnya hanya digunakan untuk pengadaan skala kecil atau dalam kondisi khusus.

Indikasi Manipulasi Administratif

Koordinator AML, Jani Wirsah, menambahkan bahwa pola pengadaan menunjukkan indikasi manipulasi administratif melalui praktik pemecahan paket (fragmentasi).

“Paket besar sengaja dipecah agar lolos dari proses tender. Ini modus klasik untuk menghindari pengawasan dan membuka celah permainan,” ujarnya.

Empat Tuntutan Resmi

Menurut Jani, temuan ini tidak hanya berpotensi menimbulkan kerugian negara, tetapi juga mencederai prinsip transparansi dalam pengelolaan anggaran publik. AML juga mengklaim tidak menemukan dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP), kontrak kerja, maupun berita acara yang dapat diakses publik di laman resmi pemerintah.

GTI dan AML telah mengirimkan surat resmi bernomor 01/DPD-GTI/LPG/VII/2025 kepada Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, yang memuat empat tuntutan utama:

1. Klarifikasi atas proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan pengadaan.
2. Publikasi nama-nama penyedia barang/jasa dan nilai kontrak secara terbuka.
3. Penjelasan hukum terkait penggunaan metode e-purchasing untuk proyek dengan nilai di atas Rp1 miliar.
4. Penyediaan salinan dokumen RUP dan kontrak kepada publik sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi.

Sunawardi menegaskan, apabila tidak ada tanggapan resmi dari pihak dinas dalam waktu dekat, mereka akan menempuh jalur hukum dengan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Inspektorat Provinsi.

“Kami siap membuka semua data ke media nasional dan turun ke jalan jika perlu. Ini bukan soal sensasi, tapi menyangkut amanat rakyat dan integritas tata kelola anggaran pendidikan,” tegasnya.

GTI dan AML menyatakan bahwa langkah ini diambil demi menjaga marwah sektor pendidikan dan sejalan dengan visi reformasi birokrasi yang dijanjikan pemerintah daerah. Mereka menegaskan, anggaran pendidikan yang berasal dari dana publik tidak boleh dijadikan ajang kompromi oleh segelintir elite.

“Jangan sampai komitmen Gubernur untuk memajukan dunia pendidikan tercoreng oleh praktik-praktik kotor dalam tubuh Dinas Pendidikan,” pungkas Sunawardi.

Klarifikasi dari Dinas Pendidikan

Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Thomas Amirico, memastikan bahwa seluruh kegiatan pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2025 akan menggunakan metode e-purchasing, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021.

Menurut Thomas, seluruh kegiatan tersebut mengacu pada Petunjuk Teknis (Juknis) DAK 2025 dan peraturan turunannya. Namun hingga saat ini, Juknis tersebut masih belum diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

“Jadi memang belum dapat dilaksanakan. Dan kegiatan ini merupakan proyek strategis Provinsi Lampung yang pengawasannya dilakukan langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegasnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *